KERABAT


Kekerabatan merupakan unit sosial di mana anggota-anggotanya mempunyai hubungan keturunan (hubungan darah). Seseorang dianggap sebagai kerabat oleh orang lain karena dianggap masih keturunan atau mempuyai hubungan darah dengan ego (seseorang yang menjadi pusat perhatian dalam suatu rangkaian hubungan baik dengan seseorang maupun dengan sejumlah orang lain). Sistem kekerabatan adalah serangkaian aturan yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat. Istilah kekerabatan digunakan untuk menunjukkan identitas para kerabat sehubungan dengan penggolongan kedudukan mereka dalam hubungan kekerabatan masing-masing dengan ego. Maka hubungan sosisal yang menyangkut keududukan, hak, dan kewajiban antara ego dan kerabat-kerabatnya dapat dilakukan dengan mudah dan tertib sesuai dengan aturan yang berlaku. Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial. Setiap suku di Indonesia memiliki sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar.

Kelompok kekerabatan adalah yang meliputi orang-orang yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal(kebapaan). Suatu kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh sekurang- kurangnnya 6 unsur, yaitu:
1.      Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok
2.      Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya
3.      Interaksi yang itensif antar warga kelompok
4.      Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok
5.      Pemimpin yang mengatur kegiatan- kegiatan kelompok, dan
6.      Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif, atau harta pusaka tertentu.
Dengan demikian hubungan kekerabatan merupakan unsur pengikat bagi suatu kelompok kekerabatan, biasanya tidak semua kelompok kekerabatan mempunyai 6 unsur tersebut. 
G.P. Murdock membedakan antara 3 kategori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya, yaitu:

1.      Kelompok Kekerabatan Korporasi (Corporate Kingroups)
            Jumlah anggota kelompok ini relatif kecil. Para anggotanya masih saling mengenal dan bergaul antarsesamanya, melakukan aktivitas kelompok secara berulang, serta mempunyai suatu sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi mereka berdasarkan sistem norma tertentu. Kelompok kekerabatan semacam ini terdapat hampir pada seluruh masyarakat. Di Indonesia, sebutan untuk kelompok kekerabatan ini bermacam-macam. Misalnya, sipopoli (Ngada, Flores), sangambato seboa (Nias), kaum (Minangkabau), kuren (Bali), dan sara dapur (Gayo).
2.      Kelompok Kekerabatan Kadangkala (Occasional Kingroups)

            Kelompok kekerabatan ini bersifat sementara atau tidak tetap. Sementara itu jumlah anggotanya relatif besar dan tidak lagi bergaul secara terus-menerus. Para anggotanya berkumpul hanya apabila ada kegiatan-kegiatan tertentu, seperti gotong royong, mengadakan perayaan tertentu, atau menyelenggarakan upacara daur hidup. Pada beberapa suku bangsa di Indonesia dikenal istilah yang menggambarkan kelompok kekerabatan ini, misalnya golongan (Sunda), family (Minahasa, Ambon), dan sanak sadulur (Jawa).

3.      Kelompok Kekerabatan yang Melambangkan Kesatuan Adat (Circumscriotipitive Kingroups)
            Kelompok kekerabatan ini mempunyai anggota yang sangat banyak, sehingga di antara mereka tidak saling mengenal dan tidak memiliki hubungan pergaulan yang terusmenerus. Namun demikian para anggota kelompok ini menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari satu-kesatuan yang berdasarkan lambang adat tertentu. Contoh kelompok kekerabatan semacam ini adalah klan besar dan paroh masyarakat. Anggota satu klan besar merupakan keturunan seorang nenek moyang, baik secara patrilineal atau matrilineal yang telah melewati berpuluh-puluh angkatan. Mereka seringkali terikat oleh tanda-tanda lahir, seperti nama klan, lambang totem, dan dongeng-dongeng suci. Contoh nama klan besar adalah nama marga pada suku bangsa Batak. Misalnya marga Siahaan, Ginting, Simanjuntak, Nasution, Sembiring, dan lain-lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TRADISI TUJUH BULANAN DI MASYARAKAT KABUPATEN SERANG

Bangga menjadi Perempuan

Seorang Diri