TRADISI TUJUH BULANAN DI MASYARAKAT KABUPATEN SERANG


Suatu Tradisi atau Adat Istiadat yang diwariskan leluhurnya pada Masyarakat Sunda masih tetap dipelihara dan dihormati serta di jaga hingga saat ini. Dalam Kebiasaan Hidup Manusia, kita juga mengenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat, salah satunya seperti Upacara adat pada masa kehamilan sampai masa melahirkan. Tradisi ini sangat unik dan menarik tentang  upacara adat bagi calon ibu yang sedang berbahagia dalam kehamilan bayi pertamanya, yaitu ada upacara 4 Bulanan, ada upacara 7 Bulanan, ada upacara 9 Bulanan, ada upacara Ekah, dan ada upacara Cukuran / Marhabaan, tetapi upacara-upacara adat pada masa kehamilan yang masih di jalani dan dilakukan sampai sekarang ini hanya tinggal beberapa saja yang dijalaninya yaitu upacara 7 Bulanan, Upacara Ekah, dan upacara Cukuran atau Marhabaan. Walau pun masing masing daerah memiliki perbedaan didalam menyambut si Jabang Bayi namun memiliki persamaan makna yaitu agar bayi lahir dalam keadaan selamat.

Secara antropologis, kehamilan adalah simbol fertilitas dan penanda lahirnya sebuah generasi baru yang harus disambut dengan seksama. Dan Kebudayaan Tujuh Bulanan ini selalu dilakuan oleh masyarakat Banten pada umumnya dan masyarakat serang khususnya. Pelaksanaan Tujuh Bulanan ini diambil dari Kalender Islam atau Kalender Masehi, dimana upacara adat ini biasanya diselenggarakan pada tanggal 6, 16, 26, yang menurur kepercayaan agar si Jabang Bayi yang dilahirkan mendapatkan Keselamatan, Keberkahan, juga menjadi anak yang Soleh/ Solehah, dan menjadi anak yang berbakti dan patuh terhadap kedua Orang Tua nya. Dan Tradisi seperti itu ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin, dunia dan akhirat.
Artikel ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan bagaimana tradisi masyarakat serang? Tradisi tujuh bulanan dan tata pelaksanaan upacara tujuh bulanan? Serta upaya pelestarian upacara tujuh bulanan di Serang ?
Kabupaten Serang terletak di ujung Pulau Jawa bagian barat, adalah salah satu Kabupaten dari 4 Kabupaten dan 3 Kota di wilayah Provinsi Banten yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang, Kota Tangsel. Pengembangan potensi wilayah Kabupaten Serang tak dapat dipisahkan sebagai bagian integral Provinsi Banten, sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah serta sosial ekonomi masyarakatnya menekankan pengembangan pembangunan pada pertanian, industri, parawisata, perdagangan dan jasa.

Kabupaten Serang mempunyai kekuatan sumber daya alam dan sumber daya manusia potensial yang bertekad bulat bahu membahu membangun wilayahnya secara maksimal. Mengandalkan kekayaan sumber alamnya cukup berlimpah serta pemberdayaan seluruh potensi yang ada, Kabupaten Serang akan mampu membuat dasar pijakan kuat sebagai modal untuk membangun wilayah Kabupaten Serang seoptimal mungkin guna mencapai kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyatnya.
Masyarakat Kabupaten Serang memiliki sifat-sifat religius, kekeluargaan dan kegotongroyongan yang cukup kental. Sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari mempunyai kesetiakawanan sosial yang tinggi dilandasi oleh kesadaran penuh rasa tanggung jawab untuk ikut menjaga keamanan dan ketertiban di wilayahnya, sehingga potensi konflik gejolak politik di Kabupaten Serang relatif rendah. Situasi ini jelas mendukung suasana yang tentram dan aman serta kondusif untuk perkembangan dunia usaha, sehingga membuat banyak investor merasa tenang dan nyaman melakukan aktivitasnya berusaha di wilayah Kabupaten Serang.
Dengan latar belakang budaya yang kental dan sejarah heroik rakyatnya yang terkenal gagah berani melawan penjajah Belanda dulu, memberikan warisan warna khas keteguhan dan kegigihan masyarakat Serang dalam membangun wilayah Serang untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama secara maksimal. Semuanya tercermin pada lambang Kabupaten Serang yang bermottokan ” Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe ” yang berarti ” Semangat Selalu Bekerja Keras, Tanpa MeMasyarakat & Seni Budaya Serang.
“Masyarakat Serang menganut agama Islam dan berlatar budaya Islam yang taat dan patuh. Masyarakat Serang memiliki religiositas tinggi, berasas gotong royong, dan hidup secara kekeluargaan. Masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga ketertiban sehingga Serang relatif mampu membebaskan diri dari berbagai konflik etnik, sosial dan ekonomi. Suasana kondusif ini menciptakan kenyamanan untuk dunia usaha. Berbagai usaha besar dan skala menengah telah tumbuh dan berkembang di Serang.
Perjalanan panjang sejarah dan keterbukaan Serang telah membentuk masyarakat terdiri atas berbagai suku. Bukan hanya Jawa dan Sunda, tapi juga menyambut kedatangan bangsa Arab, Cina, dan India. Kini semuanya telah menyatu, menjadi masyarakat Serang. Mereka hidup rukun damai dalam komunitas besar, tinggal menyebar di perkotaan dan pedesaan. Jumlah penduduk Kabupaten Serang hanya 1,6 juta jiwa, dengan komposisi laki-laki dan perempuan berimbang, dan laju populasi 2%. Penduduk tersebar merata di wilayah kabupaten seluas 1.700 km2, hidup di dataran rendah dari 0 m sampai 1.778 m di atas permukaan laut.
Memandang lanskap Kabupaten Serang dari udara akan terlihat wilayah indah. Di bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa, merupakan dataran luas dan rawa pasang surut. Makin selatan, dataran berubah menjadi perbukitan subur, dan makin selatan lagi berubah menjadi pegunungan yang diselimuti hutan lebat. Ke arah barat, akan tampak Selat Sunda yang berombak tenang dengan pantai memanjang dari utara ke selatan.
Upacara Tujuh Bulanan adalah Upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan,hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Di dalam upacara ini biasanya Si yang punya Hajat membuat Rujak untuk di jual dan dikelilingi dari rumah ke rumah (Rujaknya ada yang di bayar pake uang dan ada juga yang hanya mengambil rujaknya saja tanpa memberi uang), dan juga dirumah biasanya masak besar-besaran, karena setiap tujuh bulanan banyak para tetangga yang menengok ke Si yang punya Hajat (Undangan dengan membawa rantang/ baskom), dan Para undangan pun disuguhkan kue-kue dan rujak setelah makan. Dan Puncak acara Tujuh Bulanan diadakannya setelah maghrib atau Isya untuk mengadakan Riungan yang fungsinya agar si Ibu dan si jabang bayi disaat melahirkan akan diberikan kemudahan, keselamatan, dan kelancaran. Sebelum acara Riungan di adakan sebelumnya diadakan dulu Pembacaan Syeh sambil di buatkan sebuah benang warna hitam (kendit) untuk dipakai di perut si Ibu yang sedang mengandung dan juga diberi minum air putih satu gelas yang didalamnya di isi oleh 3 lembar daun sirih. Dan kemudian acara Riungan pun di lakukan sampai selesai
     pacara Tingkeban diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan.
                 Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
     Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
Upaya pelestarian upacara adat tujuh bulanan di serang dapat dilaksanakan dengan cara mengenalkan budaya tersebut ke generasi penerus dan menjadikannya tradisi sebagai agenda di tempat tinggal. Dapat juga dengan terus mengadakan upacara tujuh bulanan ini terus menerus. Mempelajarinya dan ikut berpartisipasi dalam pempublikasian upacara tujuh bulanan ini juga dapat melestariaknnya sekaligus mengenalkannya kepada khalayak ramai agar informasi tentang upacara tujuh bulanan ini dapat terus diketahui orang banyak dan dilestarikan oleh generasi penerus. Yang terpenting semua upaya pelestarian dan pewarisan nilai-nilai tradisi harus di tempatkan dalam konteks memberikan kontrtibusi dalam perbaikan kondisi kehiduopan saat ini. Dari hal ini kita dapat mendapatkan kembali kearifan lokal serta nilai nilai lama leluhur kita untuk menghilangkan ketidakpedulian, sikap tidak empati terhadap tradisi saat ini.






DAFTAR PUSTAKA
Internet

Rias pengantin 2015. Susuna acara tujuh bulanan. http://tujuhbulanans.blogspot.co.id/2015/05/susunan-acara-tujuh-bulanan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bangga menjadi Perempuan

Seorang Diri